PERKEMBANGAN ASURANSI DI INDONESIA




sumber gambar: asuransimobilterbaik.net


PERKEMBANGAN ASURANSI DI INDONESIA

Telaah Sosiologi Hukum
Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Sosiologi Hukum
Dosen Pengampu : Dr. Tedi Kholiludin, SHI., Msi.

Disusun oleh :
1.      Ansori Ihwanuddin      (132311109)
2.      Nur Hikmah                  (132311115)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2016
 



I.                   PENDAHULUAN
Kajian mengenai hukum Islam masih menjadi primadona untuk selalu disimak baik di kalangan umat Islam maupun dunia yang mempunyai perhatian terhadap Islam. Tidak terkecuali setelah adanya hembusan era modernisasi dan globalisasi yang melanda dunia dengan berbagai aspek kehidupan manusia. Beberapa perubahan besar sudah nampak, seperti perubahan orientasi masyarakat muslim dari urusan ibadah kepada urusan muamalah.
Muamalah sendiri bersifat elastis, bisa berubah sesuai dengan perubahan waktu dan keadaan. Dalam bidang ekonomi kemajuan ini ditandai dengan munculnya lembaga-lembaga ekonomi baru yang sebelumnya secara formal dalam dunia Timur belum terlembagakan dalam sebuah institusi, seperti lembaga asuransi.
Meski pada awalnya asuransi menimbulkan pertentangan pendapat, namun dengan adanya pertentangan pendapat tersebut akan memicu untuk membenahi asuransi yang layak disuguhkan di Indonesia oleh pemerintah dan masyarakat itu sendiri.
Menurut teori konflik bahwa perubahan sosial tidak terjadi melalui proses penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi terjadi akibat adanya konflik yang menghasilkan kompromi-kompromi yang berbeda dengan kondisi semula.[1] Sebagaiman dikemukakan oleh Lewis A Coser mengenai nilai positif konflik.[2]
Maka menjadi tugas hukum Islam untuk menindaklanjuti salah satu produk ekonomi ini. Salah satu pendekatan yang bisa diambil adalah sosiologi hukum yang akan dipaparkan dalam makalah ini.

II.                RUMUSAN MASALAH
a.       Apa itu asuransi?
b.      Bagaimana sejarah asuransi?
c.       Apa saja pro dan kontra terhadap perjanjian asuransi?
d.      Bagaimana kajian sosiologis praktik dan peran asuransi di Indonesia?
e.       Bagaiamana kita memandang kehadiran asuransi syariah?
III.             PEMBAHASAN
A.    Pengertian Asuransi
Dalam pandangan ekonomi, asuransi merupakan suatu metode untuk mengurangi risiko dengan jalan memindahkan dan mengkombinasikan ketidakpastian akan adanya kerugian-kerugian. Jadi, berdasarkan konsep ekonomi, asuransi berkenaan dengan pemindahan dan mengkombinasikan risiko.
Dari sudut pandang hukum, asuransi merupakan suatu kontrak  pertanggungan risiko antara tertangung  dengan penanggung.  Penanggung berjanji akan membayar kerugian yang disebabkan risiko yang dipertanggungkan kepada tertanggung. Sedangkan tertanggung membayar premi secara periodik kepada penanggung.
Sedangkan dalam sudut pandang sosial, asuransi didefinisikan sebagai organisasi sosial yang menerima pemindahan risiko dan mengumpulkan dana dari anggota-anggotanya guna membayar kerugian yang mungkin terjadi pada masing-masing anggota tersebut.[3]
Perusahaan asuransi menjual janji-janji yang dicantumkan dalam suatu kontrak yang dikenal dengan sebutan polis. Kontrak asuransi merumuskan kapan perusahaan asuransi akan membayar yang ditanggung dan jumlah yang akan dibayarkan.
Tugas asuransi adalah untuk menanggung beban risiko yang dipindahkan oleh tertanggung kepada perusahaan asuransi. Perusahaan asuransi sanggup untuk mengurangi risiko ketidakpastian yang dirasakan tertanggung menjadi kepastian. Dengan menerapkan konsep probabilitas, asuransi dapat menaksir apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang dan tingkat premi didasarkan atas ramalan kejadina masa depan.
Sedangkan untuk mencapai manfaat maupun pendistribusian biaya yang seadil mungkin underwriter harus mengklasifikasikan dan menentukan tarif masing-masing kemungkinan kerugian. Jadi, apabila seorang pengusaha ingin mengasuransikan perusahaannya terhadap kemungkinan kerugian keuangan akibat akibat pencurian, maka underwriter harus memeriksa apakah tarif dibebankan kepada perusahaan tersebut sebanding dengan kemungkinan kerugian itu.[4]
Sifat bisnis asuransi membutuhkan investasi uang yang besar. Sumber dana-dana perusahaan asuransi untuk membayar kerugian-kerugian adalah dari modal yang telah disetor, surplus, dan premi yang telah dibayar di muka untuk jasa-jasa yang diberikan.
Macam-macam Asuransi[5]
a.       Asuransi Jiwa
b.      Asuransi Kesehatan
c.       Asuransi Kendaraan
d.      Asuransi Kepemilikan Rumah dan Propeti
e.       Asuransi Pendidikan
f.       Asuransi Bisnis
g.      Asuransi Kelautan
h.      Asuransi Perjalanan

B.     Sejarah Asuransi
Perjanjian asuransi yang ada sekarang tampaknya ditiru dari perjanjian asuransi laut Yunani Kuno. Sebagaimana dijelaskan oleh Domestenes. “uang diberikan kepada kapal atau kargo yang akan dibayar kembali dengan bunga yang banyak jika berhasil dalam pelayaran, sebaliknya tidak akan dibayar senadainya kapal itu hilang, dan suku bunga yang ditentukan amat tinggi bukan saja untuk kegunaan modal malahan termasuk juga risiko kehilangannya.”[6]
Pada umumnya, perjanjian asuransi laut pada masa itu diberikan kepada pedagang laut supaya dapat digunakan sebagai ganti rugi untuk kerugian yang mungkin akan dihadapi oleh kapal atau kargo, sedangkan pajak yang tinggi yaitu premi untuk pembayaran ganti rugi karena kegunaan modal dan risiko kerugian. Unsur perjanjian asuransi Yunani telah membentuk suatu persediaan seandainya sekuriti terhadap uang pendahuluan itu rugi atau rusak, maka utang akan dihapuskan.
Selain itu, salah satu cerita pada zaman Mesir Kuno semasa Raja Firaun berkuasa mengenai kekurangan bahan makanan terjadi. Suatu hari sang raja bermimpi yang diartikan oleh Nabi Yusuf bahwa selama tujuh tahun negeri Mesir akan mengalami panen yang berlimpah dan kemudian diikuti oleh masa paceklik selama tujuh tahun berikutnya. Untuk berjaga-jaga terhadap bencana kelaparan tersebut, Raja Firaun mengikuti saran Nabi Yusuf dengan menyisihkan sebagian dari hasil panen pada tujuh tahun pertama sebagai cadangan makanan pada masa paceklik.[7]
Pada tahun 2000 SM para saudagar dan aktor di Italia membentuk Collegia Tennirium.[8] Setiap anggota mengumpulkan sejumlah iuran dan bila salah seorang anggota mengalami nasib sial maka biaya pemakamannya akan dibayar oleh anggota yang bernasib baik dengan menggunakan dana yang telah dikumpulkan sebelumnya.
Pada abad pertengahan, di Exeter, Negeri Inggris, ada kebiasaan di antara para anggota gilde (perkumpulan dari orang-orang yang sama pekerjaannya) dijanjikan apabila rumah salah seorang anggota terbakar, maka kepadanya diberi sejumlah uang dari dana kepunyaan gilde tersebut.
Sedangkan pada zaman Rasulullah lebih dikenal dengan Aqilah[9]. Hal ini sudah menjadi kebiasaan suku Arab sejak zaman dulu bahwa jika ada salah satu anggota suku yang terbunuh oleh anggota dari suku lain, pewaris korban akan dibayar sejumlah uang darah (diyat) sebagai kompensasi oleh saudara terdekat pembunuh. Saudara terdekat pembunuh tersebut yang disebut Aqilah harus membayar uang darah atas nama pembunuh.[10]
Sedangkan sejarah asuransi di Indonesia sendiri, tepatnya asuransi jiwa dimulai sejak terjadinya migrasi usaha Belanda yang dibawa oleh para intelektual negara tersebut.[11] Sedangkan perkembangan asuransi syariah di Indonesia baru ada pada tahun 1994 dengan berdirinya Asuransi Takaful Indonesia pada 25 Agustus 1994.[12]

C.    Pro dan Kontra terhadap Perjanjian Asuransi
Perjanjian asuransi modern telah ditentang oleh ulama atau cendikiawan Islam dengan beberapa alasan. Pada umumnya alasan penentangan para ulama itu adalah;
a.       Asuransi adalah perjanjian pertaruhan
b.      Asuransi merupakan perjanjian semata-mata
c.       Asuransi melibatkan urusan yang tidak pasti
d.      Asuransi jiwa merupakan suatu usaha yang dirancang untuk meremehkan iradah Allah
e.       Dalam asuransi jiwa, jumlah premi tidak tetap karena tertangung tidak akan mengetahui berapa kali bayaran angsuran yang dapat dilakukan olehnya sampai ia mati.
f.       Perusahaan asuransi menginvestasikan uang yang telah dibayar oleh tertanggung dalam bentuk jaminan berbunga. Dalam asuransi jiwa, apabila tertanggung mati, dia akan mendapat bayaran lebih dari jumlah uang yang telah dibayarnya. Ini adalah riba.
g.      Bahwa semua perniagaan suransi berdasarkan riba dilarang dalam Islam.
Berdasarkan alasan tersebut, para ulama menentang keras terhadap asuransi. Mereka menetapkan perjanjian asuransi bertentangan dengan kemurnian hukum Islam karena berbahaya, tidak adil, dan tidak pasti.[13]
Sedangkan golongan modern tetap mempertahankan asuransi. Alasan-alasannya adalah;
a.       Asuransi bukan merupakan perjudian dan bukan juga pertaruhan karena asuransi berdasarkan konsep kepentingan bersama dan saling bekerja sama, sedangkan perjudian adalah permainan yang bergantung pada nasib.
b.      Ketidakpastian dalam perniagaan dilarang oleh Islam karena perbuatan itu dapat menimbulkan perselisihan. Namun dapat dikatakan bahwa asuransi adalah sesuatu yang pasti, lebih-lebih lagi apabila disertai dengan ganti rugi yang telah ditentukan.
c.       Asuransi jiwa bukanlah satu rancangan untuk mengatasi kekuasaan Tuhan karena pihak asuransi tidak menentukan bahwa sesuatu perkara yang belum terjadi itu pasti akan terjadi, tetapi ia hanya membayar ganti rugi kepada tertanggung yang menghadapi kemalangan atau kerugian tertentu.
d.      Kekaburan pengetahuan terhadap pembayaran angsuran dalam asuransi jiwa sedikit pun tidak menimbulkan prasangka pada pihak mana pun karena jumlah untuk setiap kali pembayaran angsuran dan jumlah setelah kesema bayaran diselesaikan akan diberitahukan.
e.       Penentangan terhadap riba dalam asuransi jiwa dianggap kecil saja karena pihak tertanggung dapat memilih untuk menolak pembayaran ganti rugi yang lebih dari pembayaran angsurannya.

D.    Kajian Sosiologis Praktik dan Peran Asuransi di Indonesia
Praktik asuransi dalam budaya masyarakat Indonesia secara non formal sebenarnya sudah sering dilakukan dan mudah diterima. Hal ini bisa dilihat saat salah satu anggota masyarakat mengalami kematian, maka anggota masyarakat yang lain akan memberikan bantuan berupa sumbangan kematian. Selain itu juga terdapat dalam praktik sumbangan hajatan dan sumbangan lainnya yang lebih bersifat sosial.
Masyarakat menyadari bahwa sumbangan kematian dan sumbangan lainnya mempunyai manfaat yang besar untuk membantu meringankan beban seseorang yang sedang mendapat musibah atau mempunyai hajatan.[14]
Namun dalam praktik asuransi formal atau yang sudah dilembagakan, masyarakat Indonesia ternyata masih belum memanfaatkan keberadan perusahaan asuransi, sebagai sarana melindungi diri dan keluarga serta harta benda dari kejadian-kejadian yang tidak terduga. Keadaan ini disebabkan masih banyaknya masyarakat yang belum mengetahui asuransi dan produk-produk asuransi. Selain itu, masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim masih setengah-setengah tentang hukum asuransi dalam pandangan ajaran Islam. Hal ini lebih didasarkan pada opini umum umat Islam Indonesia dan ulamanya bahwa hukum asuransi adalah haram secara mutlak.[15]
Bersamaan dengan boomingnya semangat revolusi industri di kalangan masyarakat Barat, banyak tuntutan untuk mengadakan sebuah langkah proteksi terhadap kegiatan atau aktivitas ekonomi. Buruh pabrik misalnya, yang menjadi instrumen dalam pertumbuhan industri merasa bahwa aktivitas di pabrik tidak hanya sekedar untuk kepentingan ekonomi tanpa risiko. Tetapi sebaliknya mereka merasakan bahwa selama melakukan aktivitas di pabrik, keselamatan jiwanya benar-benar membutuhkan sebuah lembaga yang bisa memberikan proteksi terhadap jiwanya.
Sehingga secara psikologis, ketenangan dan ketentraman dapat dinikmati selama melakukan aktivitasnya, di samping risiko yang selama ini dikhawatirkan dapat dihindari atau diminimalisir. [16]
Jika melihat kondisi geografis Indonesia yang memiliki banyak gunung berapi yang bisa memicu terjadinya banyak musibah. Selain itu, Indonesia juga berada di lintasan patahan lempengan tektonik yang dapat menyebabkan gempa tektonik yang sering kali diiringi tsunami. Sedangkan musibah yang disebabkan oleh alam, Indonesia juga sering mengalami musibah yang disebabkan pertikaian dan konflik antar ras, suku, agama, dan kelompok.
Kondisi sosiologis Indonesia yang heterogen Inilah yang mampu menciptakan gesekan dan konflik yang sebetulnya tidak diharapkan. Oleh karena itu, dengan banyaknya musibah yang terjadi di tanah air ini, ikut menciptakan kesadaran diri akan pentingnya asuransi.
Namun, bisa saja ditemukan hambatan dalam bisnis asuransi seperti dalam kultur budaya Jawa yang cenderung menerima apa adanya atas segala macam masalah dan musibah. Ataupun pemahaman kekurangpahaman tentang hukum Islam dan menganggap asuransi haram secara mutlak.

E.     Hadirnya Asuransi Syariah
Praktik asuransi yang dikenal masyarakat sekarang dikenal dengan istilah asuransi konvensional. Asuransi ini diperkenalkan oleh dunia Barat di mana lembaga asuransi merupakan ‘hasil karya’ dunia Barat yang lahir bersamaan dengan semangat pencerahan dan terbukti sebagai mesin ekonomi bagi perkembangan industri  di belahan bumi Barat.[17] Asuransi ini lebih menekankan pada aspek keuntungan daripada aspek sosial di dalamnya. Selain itu, praktik asuransi sosial ini cenderung mengandung maisir[18], gharar[19], dan riba.
Melihat adanya unsur-unsur yang dilarang oleh Islam dalam praktik asuransi, harus adanya tanggapan dalam menghadapi problema tersebut yang mengacu pada ajaran Islam yang benar.
Maka munculah asuransi syariah yang tidak berorientasi pada bisnis semata. Melainkan dibangun atas dasar ta’awun (kerja sama), tolong menolong, saling menjamin. Karena dalam asuransi harus melekat akad tabarru[20].  Oleh karena itu haram hukumnya ditarik kembali. Maka ketika anggota asuransi menyetor uangnya harus disertai dengan niat membantu dengan menegakkan prinsip ukhuwah.
Akad yang digunakan ini bisa menjadi jalan tengah pro dan kontra para ulama tentang asuransi konvensional. Jika dilihat dalam pertumbuhannya pertumbuhan asuransi syariah lebih baik dibanding konvensional. Jika industri asuransi konvensional tumbuh rata-rata antara 20-25 persen, maka asuransi syariah mencapai 40 persen.[21] Ini menjadi alternatif baru bagi umat Islam di Indonesia dan sangat berpeluang dalam pasar.

F.     Perbedaan Asuransi Syariah dengan Konvensional
No.
Prinsip
Ansuransi Konvensional
Asuransi Syariah
1.
Konsep
Perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung meningkatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan pergantian kepada tertanggung.
Sekumpulan orang yang saling membantu, saling menjamin, dan bekerja sama, dengan cara masing-masing mengeluarkan dana tabarru’.
2.
Asal Usul
Dari masyarakat Babilonia 4000-3000 SM yang dikenal dengan perjanjian











Hammurabi. Dan tahun 1668 M di Coffe House London berdilrilah Lioyd of London sebagai cikal bakal asuransi konvensional.
Dari  Al-Aqillah, kebiasaan suku Arab jauh sebelum Islam dating. Kemudian disahkan oleh Rasulullah menjadi hukum Islam, bahkan telah tertuang dalam konstitusi pertama di dunia (Konstitusi Madinah) yang dibuat langsung Rasulullah.
3.
Sumber Hukum
Bersumber dari pikiran manusia dan kebudayaan. Berdasarkan hokum positif, hokum alami, dan contoh sebelumnya.
Bersumber dari wahyu illahi. Sumber hokum dalam syariah Islam adalah Al-Quran, Sunnah atau kebiasaan rasul, ijma’, Fatwa Sahabat, Qiyas, Istihsan, ‘Urf tradisi, dan Mashalih Mursalah.
4.
“Maghrib” (Maisir, Gharar, dan Riba)
Tidak selaras dengan syariah Islam karena adanya  Maisir, Gharar, dan riba ; hal yang diharamkan dalam muamalah
Bersih dari adanya praktik Gharar, Maisir, dan Riba.
5.
DPS (Dewan Pengawas Syariah)
Tidak ada, sehingga dalam banyak prakteknya bertentangan dengan kaidah-kaidah syara’. 
Ada,  yang berfungsi untuk mengawasi pelaksanaan operasional perusahaan agar terbebas dari praktek-praktek muamalah yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. 
6.
Akad
Akad jual beli (akad mu’awadhah, akad idz’aan, akad gharar, dan akad mulzim
Akad tabarru’ dan akad tijarah (mudharabah, wakalah, wadiah, syirkah, dan sebagainya).
7.
Jaminan / Risk (Resiko)
Transfer of Risk, dimana sering terjadi transfer resiko dari tertanggung kepada penanggung.
Sharing of Risk, di mana terjadi proses saling menanggung antara satu peserta dengan peserta lainnya (ta’awun).
8.
Pengelolaan Dana
Tidak ada pemisahan dana, yang berakibat pada terjadinya dana hangus ( untuk produk saving-life).
Pada prodik-produk saving (life) terjadi pemisahan dana, yaitu dana tabarru’ derma’ dan dana peserta, sehingga tidak mengenal istilah dana hangus. Sedangkan untuk term insurance semuanya bersifat tabarru’.
9.
Investasi
Bebas melakukan investasi dalam batas-batas ketentuan perundang-undangan, dan tidak terbatasi pada halal dan haramnya objek atau sistem investasi yang digunakan.
Dapat melakukan investasi sesuai ketentuan perundang-undangan, sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariat Islam. Bebas dari riba dan tempat-tempat investasi yang terlarang.
10.
Kepemilikan Dana
Dana yang terkumpul dari premi peserta seluruhnya menjadi milik perusahaan. Perusahaan bebas menggunakan dan menginvestasikan kemana saja.
Dana yang terkumpul dari peserta dalam bentuk iuran atau kontribusi, merupakan milik peserta (shahibul mal), asuransi syariah hanta sebagai pemegang amanah (mudharib) dalam mengelola dana tersebut.
11.
Unsur Premi
Unsur premi terdiri dari; table mortalita (mortality tables), bunga (interest), biaya-biaya asuransi (cost of insurance).
Iuran atau kontribusi terdiri dari unsur tabarru’ dan tabungan (yang tidak mengandung usur riba). Tabarru’ juga dihitung dari table mortalita, tetapi tanpa penghitungan bunga teknik.
12.
Loading.
Loading pada asuransi konvensional cukup besar terutama diperuntukkan untuk komisi agen, bias menyerap premi tahun pertama dan kedua. Karena itu, nilai tunai pada tahun pertama dan kedua biasanya belum ada (masih hangus).
Pada sebagian asuransi syariah, loading (komisi agen) tidak dibebankan pada peserta tapi dari dana pemegang saham. Tapi, sebagian yang lainnya mengambilkan dari sekitar 20-30% saja dari premi tahun pertama. Dengan demikian, nilai tunai tahun pertama sudah terbentuk.
13.
Sumber Pembayaran Klaim.
Sumber pembayaran klaim adalah dari rekening perusahaan, sebagai konsekuensi penanggung terhadap tertanggung. Murni bisnis dan tidak ada nuansa spiritual.
Sumber pembayaran klaim diperoleh dari rekening tabarru’, dimana peserta saling menanggung. Jika salah satu peserta mendapat musibah, maka peserta lainnya ikut menanggung bersama resiko tersebut.
14.
Sistem Akuntansi.
Menganut konsep akuntansi accrual basis, yaitu proses akuntansi yang mengakui terjadinya peristiwa atau keadaan nonkas. Dan mengakui pendapatan, peningkatan asset, expenses, liabilities dalam jumlah tertentu yang baru akan diterima dalam waktu yang akan dating.
Menganut konsep akuntansi cash basis, mengakui apa yang benar-benar telah ada, sedangkan accrual basis dianggap bertentangan dengan syariah karena mengakui adanya pendapatan, harta, beban atau utang yang akan terjadi di masa yang akan dating. Sementara apakah itu benar-benar dapat terjadi hanya Allah yang tahu.
15.
Keuntungan (Profit).
Keuntungan yang diperoleh dari surplus underwriting, komisi re-asuransi, dan hasil investasi seluruhnya adalah keuntungan perusahaan.
Keuntungan yang diperoleh dari surplus underwriting, komisi re-asuransi, dan hasil investasi bukan seluruhnya menjadi milik perusahaan, tetapi dilakukan bagi hasil (mudharabah) dengan peserta.
16.
Misi danVisi.
Secara garis besar misi utama asuransi konvensional adalah misi ekonomi dan misi sosial.
Misi yang di emban oleh asuransi syariah adalah aqidah, misi ibadah (ta’awun), misi ekonomi (iqtishod), dan misi pemberdayaan umat (sosial).

IV.             KESIMPULAN
Jika melihat dari pengertian asuransi, ternyata ia bisa diorot dari berbagai segi seperti ekonomi, hukum, sosial. Semuanya berkaitan dengan pengalihan risiko, sehingga bisa difahami bahwa tugas asuransi ayaitu untuk menanggung beban risiko yang dipindahkan oleh tertanggung kepada perusahaan asuransi. Perusahaan asuransi sanggup untuk mengurangi risiko ketidakpastian yang dirasakan tertanggung menjadi kepastian.
Praktik asuransi yang diberlakukan saat ini ternyata bukanlah kegiatan yang baru. Melainkan telah dilakukan pada zaman dulu bahka sebelum masehi. Seperti pada peradaban Yunani, Mesir, Arab, bahkan di Inggris dan Italia.
Mayoritas ulama tidak sependapat dengan adanya asuransi yang di dalamnya terdapat unsur maisir, gharar, atau hal lain yang bertentangan dengan prinsip hukum Islam. Sedangkan golongan yang tetap mempertahankan asuransi mereka berpendapat bahwa asuransi bukanlah judi karena mementingkan kemaslahatan bersama.
Praktik saling menanggung dan menolong sudah menjadi kegiatan masyarakat Indonesia. Praktik tersebut bisa terlihat saat adanya kerabat atau tetangga yang meninggal dunia, mereka memberikan uang sebagai uang belasungkawa. Atau ketika memberikan uang pada saat hajatan. Namun, respon terhadap asuransi yang terlembagakan masih minim.
Akad yang digunakan dalam asuransi syariah bisa menjadi jalan tengah pro dan kontra para ulama tentang asuransi konvensional. Jika dilihat dalam pertumbuhannya pertumbuhan asuransi syariah lebih baik dibanding konvensional. Jika industri asuransi konvensional tumbuh rata-rata antara 20-25 persen, maka asuransi syariah mencapai 40 persen.
Perbedaan antara asuransi konvensional dan syariah bisa dilihat dari beberapa aspek, seperti; konsep, sumber hukum, asal usul, gharar, maisir, riba, DPS, akad, jaminan risk, pengelolaan dana, investasi, kepemilikan dana, unsur premi, loading, sumber pemberdayaan klaim, sistem akuntansi, keuntungan, serta visi dan misi.
Bagaimanapun kita tidak bisa menutup mata dengan adanya sistem asuransi, meski kalau ia berasal dari Barat. Menurut Johan Norberg segala kreasi dan inovasi orang-orang lain hanya akan menjadi ancaman jika kita menutup benak kita dengan dan perbatasan wilayah kita dari persaingan dengan mereka.
Karena dengan demikian merekalah yang akan menarik manfaat dari gagasan-gagasan dan peluang-peluang bisnis terkini, sedangkan kita tidak. Perubahan memang selalu sulit. tetapi akan lebih baik jika kita memimpin perubahan tersebut dan merelakan perginya gagasan atau bisnis tertentu untuk memberi ruang bagi ide-ide segar dan bisnis-bisnis baru.[22]

V.                KRITIK DAN SARAN
            Alhamdulillah, makalah ini dapat terselesaikan pada waktu yang telah ditentukan, semoga bisa bermanfaat bagi pembaca dan khususnya bagi penulis sendiri. Tentunya dalam penyusunan makalah ini banyak hal yang perlu diperbaikai, maka dari itu penulis mengharap saran dan kritik yang konstruktif sehingga penulis bisa memperbaiaki makalah selanjutnya. 




[1] Wikipedia
[2] Bahwa sanya konflik tidak serta-merta merusakkan, berkonotasi disfungsional, disintegrasi ataupun patologis untuk sistem dimana konflik itu terjadi melainkan bahwa konflik itu dapat mempunyai konsekuensi-konsekuensi positif untuk menguntungkan sistem itu.
[3] Herman Darmawi, Manajemen Asuransi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hlm.2
[4] Herman Darmawi,... 12

[6] Muhammad Muslehuddin, Asuransi dalam Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), hlm. 29
[7] Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, (Jakarta: Kencana, 2004), hlm. 65
[8] Semacam lembaga asuransi yang bertujuan membantu para janda dan anak-anak yatim dari para anggota yang meninggal.
[9] Menurut Dr. Muhammad Muhsin Khan, kata Aqilah berarti Asabah yang menunjukan hubungan ayah dengan pembunuh. Oleh karena itu, ide pokok Aqilah adalah suku Arab zaman dulu harus siap untuk melakukan kontribusi finansial atas nama pembunuh untuk membayar pewaris korban.
[10] Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah: Konsep dan Sistem Operasional, (Jakarta: Gema Insani, 2004), hlm. 30-31
[11] Hasan Ali,... 74
[12] Hasan Ali,... 76
[13] Mohammad Muslehuddin,...123
[14] Khusniati Rofiah, “Membincang Praktik Asuransi di Indonesia; Telaah Sosiologi Hukum”, Jurnal Justitia Islamica, x, (Jun, 2013), 148
[15] Khusniati Rofiah,...149
[16] Khusniati Rofiah,...151
[17] Khusniati Rofiah,...152
[18] Judi atau untung-untungan

[19] Ketidakpastian atau ketidakjelasan
[20] Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 53/DSN-MUI/III/2006
[21] http://promosinet.com/bisnis/asuransi/1709-bangkitnya-asuransi-syariah-dan-dampak-deregulasi-pemerintah.html
[22] Johan Norberg, Membela Kapitalisme Global, (Jakarta: The Freedom Institute, 2011), hal. Viii-iX

DAFTAR PUSTAKA

Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 53/DSN-MUI/III/2006
Ali, Hasan. 2004. Asuransi dalam Perspektif  Hukum Islam. Jakarta: Kencana.
Darmawi, Herman. 2004. Manajemen Asuransi. Jakarta: Bumi Aksara.
Muslehuddin, Muhammad. 2005. Asuransi dalam Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Norberg, Johan. 2011. Membela Kapitalisme Global, Jakarta: The Freedom Institute.

Rofiah, Khusniati. 2013. Membincang Praktik Asuransi di Indonesia; Telaah Sosiologi Hukum”. Jurnal Justitia Islamica. X.
Sula, Muhammad Syakir. 2004. Asuransi Syariah: Konsep dan Sistem Operasional. Jakarta: Gema Insani.
Wikipedia

https://www.cermati.com/artikel/jenis-jenis-asuransi-di-indonesia-apa-saja ( di akses jum’at 13-05-2016 pukul 10.45 WIB )


Previous
Next Post »

Entri yang Diunggulkan

KONFLIK URUT SEWU