UANG DAN KEBIJAKAN MONETER PADA AWAL PEMERINTAHAN ISLAM

Sumber Gambar : www.peradabandansejarah.blogspot.com




UANG DAN KEBIJAKAN MONETER PADA AWAL
PEMERINTAHAN ISLAM

Disusun Oleh :
Mamik Bayu Dwi W               (1405015039)
Saelii Waafiroh                       (1405015119)
Shinta Agustriani                    (1405015141)
Ahmad Azizul H.                    (1405015146)
M. Fajril                                  (                    )

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2016

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Konsep uang dalam sistem ekonomi Islam berbeda dengan konsep uang dalam ekonomi konvensional. Dalam ekonomi Islam, konsep uang sangat jelas bahwa uang adalah uang bukan capital. Sebaliknya, konsep tentang uang dalam ekonomi konvensional tidak jelas, sering kali istilah uang diartikan secara ganda, yaitu uang sebagai uang dan uang sebagai capital. Perbedaan lain adalah bahwa dalam ekonomi Islam, uang adalah sesuatu yang bersifat flow concept, sedangkan capital adalah sesuatu bersifat stock concept. Sementara dalam ekonomi konvensional terdapat beberapa pengertian. Frederic S. Mishkin misalnya, mengemukakan konsep Irving Fisher yang menyatakan bahwa : MV = PT Keterangan : M = Jumlah uang V = Tingkat perputaran uang P = Tingkat harga barang T = Jumlah barang yang diperdagangkan.
Dari persamaan diatas dapat diketahui bahwa semakin cepat perputaran uang, maka semakin besar income yang diperoleh. Persamaan ini juga berarti bahwa uang bersifat flow concept. Fisher juga menyatakan bahwa sama sekali tidak ada korelasi antara kebutuhan memegang uang (demaind for holding money) dengan tingkat suku bunga. Konsep Fisher ini hampir sama dengan konsep yang ada dalam ekonomi islam, bahwa uang adalah flow concept dan bukan stock concept. Pendapat lain mengatakan bahwa uang adalah stock concept, dengan demikian uang adalh salah satu cara untuk menyimpan kekayaaan (store of wealth). Kelompok pertama mengatakan bahwa uang adalah flow concept dan kelompok kedua mengatakan bahwa uang adalah stock concept.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana konsep uang dan kebijakan moneter pada periode awal Islam ?
2.      Bagaimana peran harta rampasan pada periode awal Islam ?


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Uang dan Kebijakan Moneter pada Periode Awal Islam
1.   Perdagangan Skala Kecil (Trade) dan Besar (Exchange)
Kondisi geografis daerah Hijaz yang terletak diantara tiga benua yaitu Asia, Eropa dan Afrika memberi keuntungan tersendiri karena dilalui rute perdagangan antara Persia dan Roma serta daerah jajahannya seperti Syam (Syiria),  Etiopia dan Yaman. Tambahan lagi, rute perdagangan Roma dan India selalu melalui bagian selatan dan timur  arabia selama berabad-abad, dan selanjutnya disebut rute perdagangan selatan.  Rute dagangyang melewati bagian utama Arabia menjadi sangat penting bagi jalur perdagangan karena jalur yang sudah ada menjadi kurang penting. Barang-barang dagangan dibawa dari India menggunakan kapal laut menuju Oman kemudian dibawa lagi melalui jalan darat melintas bagian utara Arabia dan Syam dan kemudian ke Roma. Sepanjang rute ini pasar-pasar musiman didirikan tergantung bagi pada khalifah dagang yang melewati jalur ini, antara lain adalah Lakm, Al-kindah dan Gassan ketiganya terletak disepanjang rute dagang utara.
Selain rute dagang selatan dan utara, ada rute ketiga yang berada diantara Yaman dan Syam yang di kembangkan pada saat Hasyim mengambil alih kepemimpinan bangsa Quraisyi. Selanjutnya, perdagangan melalui rute ini berkembang dan suku Quraisyi mendapatkan banyak keuntungan dan kekayaan. Mekkah, sekali lagi berperanpenting sebagai pusat perdagangan karena Ka’bah terletak disana dan suku-suku di Arab datang sekali setahun untuk menunaikan ibadah haji disana. Sebelum dimulainya kegiatan ibadah haji, suku-suku ini mempunyai kesempatan untuk berdagang. Sebagai tempat suci, Ka’bah memberikan keamanan yang penting bagi usaha perdagangan. Perang dan pertumpahan darah di larang selama empat bulan tertentu setiap tahunya dan secara kebetulan ibadah haji berlangsung pada periode yang sama. Situasi ini memberikan jaminan keamana bagi kafilah dagang baik dalam perjalanan menuju Mekkah maupun perjalanan pulang ketujuannya masing-masing. Dengan suasana yang kondusif ini, perdagangan menjadi aktifitas yang paling penting dalam perekonomian Arabia karena kondisi iklimnya, sector pertanian tidak mungkin dikembangkan di Jazirah Arab, kecuali di Yaman. Hanya di beberapa Oasis di Hijaz dan bagian tengah bagian Arab termasuk Yastrib terdapat kegiatan pertanian dalam jumlah yang terbatas. Jumlah tenaga kerja yang terampil dan para pedagang semakin lama semakin terbatas karena alasan ini, suku-suku Arab yang tidak berimigrasi yang tidak secara konstan berperang dan melakukan perjalanan, kemudian menukarkan atau memberikan jasa-jasa komersial kepada para kafilah dagang tersebut.
Hal ini membuktikan bahwa perdagangan menjadi sumber utama perekonomian di Arab sebelum islam datang. Persyaratan untuk melakukan transaksi adalah adanya alat pembayaran yang dapat dipercaya. Arab dan wilayah-wilayah tetangganya berada langsung dibawah kekuasaan Persia dan Roma. Satuan uang yang dipergunakan Negara-negara itu adalah Dirham dan Dinar. Dalam transaksi bisnis di Arabia jenis uang ini juga diterima. Dengan kuatnya politik  kedua negara tersebut, alat pembayaranya pun makin dipercaya diwilayah yang berada dibawah pengaruh kekuasaannya. Karena factor itulah bangsa Persia dan Romawi menjadi satu-satunya mitra dagang orang-orang Arab.
Koin Dirham dan Dinar mempunyai berat yang tetap dan memiliki kandungan perak atau emas yang tetap akan tetapi, pada masa dinasti Umayyah dan dinasti Abbassiyah beratnya berubah, demikian juga di Persia sendiri. Pada masa sesudah islam, kandungan perak koin-koin Dirham berbeda antara wilayah satu dengan lainnya, namun pada periode awal islam sudah tetap. Pada saat ini jumlah zakat Emas dan Perak seperti disebutkan dalam kitab suci didasarkan pada beratnya koin dirham dan dinar ysng ditetapkan pada masa periode awal islam. Nilai 1 Dinar = 10 Dirham.
Secara alamiah transaksi yang berada didaerah Mesir atau Syam menggunakan Dinar sebagai alat tukar, sementara itu dikekasaisaran Persia menggunakan Dirham. Ekspansi yang dilakukan Islam ke wilayah kekaisaran Persia (Irak, Iran, Bahrain, Transoxania) dan kekaisaran romawi (Syam, Mesir, Andalusia) menyebabkan  perputaran mata uang meningkat. Bahkan pada masa pemerintahan Imam Ali dinar dan dirham merupakan satu-satunya mata uang yang digunakan.
Dirham dan dinar memiliki nilai yang tetap, karena itu tidak ada masalah dalam perputaran uang jika dirham dinilai sebagai unit moneter, nilainya adlah sepuluh kali dirham. Walaupun demikian, dirham lebih umum digunakan dari pada dinar karena hampir seluruh wilayah kekaisaran Persia yang mata uangnya dirham dapat dikuasai angkatan perang islam sementara tidak semua wilayah kekaisaran romawi yang memiliki mata uang dinar dapat dikuasai islam. Karena itu, mata uang dirham lebih populer di dunia usah bangsa Arab.
Hal penting lainya adalah pada masa Khalifah Umar bin Khattab administrasi keuangan kaum muslim didelegasikan kepada orang-orang Persia. Pada saat itu umar memperkerjakan ahli pembukuan dan akuntan orang Persia dalam jumlah besar untuk mengatur pemasukan dan pengeluaran uang di Baitul Maal (keuangan negara). Mereka juga menggunakan satuan dirham untuk membantu meningkatkan sirkulasi uang.

2.      Penawaran dan permintaan uang
Pada masa pemerintahan Nabi Muhammad di Madinah, kedua mata uang ini diimpor dinar dari Roma dan dirham dari Persia. Besarnya volume impor dinar dan dirham dan juga barang-barang komoditas tergantung pada volume komoditas yang di ekspor kedua Negara tersebut dan ke wilayah-wilayah yang berada dibawah kekuasaanya. Biasanya, jika permintaan uang (Money demand) pada pasar internal meningkat maka uanglah yang diimpor. Sebaliknya, bila permintaan uang menurun maka komoditaslah yang diimpor. Hal yang menarik disini adalah tidak adanya pembatasan terhadap impor uang karena permintaan internal dari Hijaz terhadap dinar dan dirham sangat kecil sehingga tidak berpengaruh terhadap penawaran (supply) dan permintaan (demand) dalam perekonomian Roma dan Persia. Sekalipun demikian, selama pemerintahan Nabi uang tidak dipenuhi dari keuangan Negara semata melainkan dari hasil perdagangan dari luar negeri.
Karena tidak ada pemberlakuan tarif dan bea masuk pada barang impor, uang diimpor dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi permintaan internal. Pada sisi yang lain, nilai emas dan perak pada kepingan dinar atau dirham sama dengan nilai nominal (face value) uangnya. Karena itu keduanya dapat dibuat perhiasan atau ornament. Karena  alasan tadi, dapat disimpulkan bahwa pada awal periode islam penawaranu ang (money supply) terhadap pendapatan sangat elastis.
Setelah Persia ditaklukan, percetakanuanglogam di wilayah it uterus beroperasi. Sementara itu kaum muslimin secara perlahan-lahan mulai diperkenalkan kepada teknologi percetakan uang sehingga pada masa kepemimpinan Imam Ali kaum muslimin secara resmi mencetak uang sendiri dengan menggunakan nama pemerintah islam. Beberapa ahli sejarah menduga bahwa percetakan uang bahkan sudah dilaksanakan sejak masa kepemimpinan Umar bin utsman, tetapi bukti-bukti yang ada memperlihatkan bahwa pembuatan uang yang dmulai pada masa kepemimpinan Imam Ali. Ketika mata uang masih diimpor kaum muslimin hanya mengontrol kualitas uang impor itu, namu setelah mencetak sendiri kaum muslimin secara langsung mengawasi penawaran uang yang ada.
Tinggi rendahnya permintan uang bergantung pada frekuensi transaksi perdagangan dan jasa. Sementara itu situasi yang kurang kondusif, perumusan kaum qurays terhadap kaum muslimin dan keterlibatan kaum muslimin pada sekitarnya 26 gazwa (perang yang diikuti nabi secara langsung) dan 32 sariya (perang yang terjadi pada masa kepemimpinan nabi, tapi beliau tidak terlibat secara langsung), yang berarti rata enam kali perang dalam setiap tahunnya. Menimbulkan precautionary demand (permintaan uang untuk pencegahan) untuk berjaga-jaga terhadap kebutuhan yang tidak diduga dan tidak diketahui sebelumnya. Sebagai akibatnya, permintaan terhadap uang selama periode ini umumnya bersifat permintaan transaksi dan pencegahan. Selain dari yang sudah disebutkan diatas, tidak adalagi motif penggunaan uang. Karena kanz (penimbunan uang) dilarang, tidak ada seorangpun yang berhak menyimpan uangnya dengan tujuan spekulasi pada nilai tukar. Larangan penimbunan juga dikenakan pada komoditas.
3.      Pemercepatan perdagangan uang
Faktor lain yang memiliki pengaruh terhadap stabilitas nilai uang adalah pemercepat peredaran uang. Sistem pemerintah yang legal dan terutama perangkat hukum yang tegas dalam menentukan peraturan etika dagang dan penggunaan uang memiliki pengaruh yang signifikan dalam meningkatkan pemercepatan perdagangan uang. Larangan terhadap kanz (penimbunan uang untuk spekulasi) cenderung mencegah dinar dan dirham keluar dari perputaran. Begitu juga larangan praktek bunga bank mencegah tertahannya uang di tangan pemilik modal.  Kedua larangan ini mendorong pemercepatan peredaran uang secara signifikan. Demikian pula, tindakan rasul mendorong masyarakat untuk mengadakan kontrak kerjasama dan mendesak merek untuk memberikan pinjaman tanpa bunga lebih memperkuat peredaran uang. Singkatnya, kebijakan-kebijakan rasulullah seperti dikemukakan di atas memiliki peranan penting dalam meningkatkan pemercepatan peredaran uang secara signifikan.
Struktur pasar masih memiliki pengaruh yang kuat terhadap pemercepatan peredaran uang. Monopoli kaum qurays dalam bisnis perdagangan yang sudah ada sejak dulu perlahan-lahan mulai berkurang. Setelah penakklukan kota mekah. Hak istimewa terakhir yang dimiliki kaum qurays dalam kepengurusan ka’bah dan pengorganisasian pasar ukazdandul-majaz. Diambil alih dari tangan mereka. Jadi, dapat dikatakan bahwa penghapusan struktur monopoli dari pasar perdagangan telah meningkatkan efisiensi pertukaran dan membawa perekonomian kepada distribusi pendapatan yang lebih baik. Oleh karena itu permintaan efektif dan juga permintaan transaksi terhadap uang pun meningkat. Peningkatan permintaan ini mempercepat peredaran uang.
Dalam perekonomian pertanian dan nomaden di awal periode islam. Komoditas ditukarkan dengan cara barter. Karenanya, dinar dan dirham tidak dipergunakan dalam perdagangan. Malah ketika komoditas ditukarkan dengan uang, proses perdagangan menjadi lambat, dan tentunya hal ini mempengaruhi pemercepatan perputaran perekonomian secara keseluruhan.

4.      Instrument Kebijakan Moneter
Kesimpulan yang bisa diambil dari uraian di atas adalah bahwa tidak ada satupun instrument kebijakan moneter yang digunakan saat ini diberlakukan pada masa periode keislaman. Karena, “minimnya” sistem perbankan dan karena pengenaan uang sebagai alat tukar ,tidak ada alasan untuk melakukan perubahan supply uang melalui kebijakan diskresioner. Lagi pula kredit tidak memiliki peran dalam menciptakan uang. Faktornya antara lain adalah, pertama, kredit hanya digunakan diantara sebagian pedagang. Kedua, peaturan pemerintah tentang promissory notes (suratpinjaman/kesanggupan) dan negotiable instruments (alatalatnegoisasi) dibuat sedemikian rupa hingga tidak memungkinkan sistem kredit menciptakan uang.
Instruments lain yang dipergunakan saat ini mengatur jumlah uang beredar adalah dengan jual beli surat berharga (operasi pasar terbuka). Sudah jelas bahwa pasar terbuka ini tidak ada dalam sejarah perekonomian islam pada awal perkembangannya. Metode ketiga yang juga saat ini digunakan yaitu menaikkan atau menurunkan tingkat bunga bank. Tingkat bunga bank ini tidak diterapkan karena adanya laranangan yang berkenan dengan riba dalam islam.
Sistem yang diterapkan pemerintah menyangkut konsumsi, tabungan, investasi dan perdagangan telah menciptakan instrument otomatis untuk pelaksanaan kebijakan moneter. Pada satu sisi sistem ini mejamin keseimbangan uang dan barang dan disisi lain mencegah penggunaan tabungan untuk tujuan selain menciptakan kesejahteraan yang lebih nyata di masyarakat. Lagi pula adanya imbalan pahala untuk usaha dan bentuk kegiatan ekonomi lainnya, serta partisipasi dari para sahabat rasulullah dalam perdagangan dan pertanian, telah menambah nilai dari kegiatan ini di mata kaum muslim. Al Qur’an menggambarkan perhatian kaum muslim untuk penggunaan sumber daya yang telah disediakan oleh Allah SWT  sehingga memperluas pandangan kaum muslim untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi.
Hal ini lebih memotivasi mereka untuk berpartisipasi dalam kegiatan investasi dan menyalurkan kekayaan yang dimiliki untuk hal-hal yang tidak mendapatkan hak yang terlalu istimewa melalui qard hasan, infaq, waqaf.[1]

B.     Peranan Harta Rampasan Perang
1.      Harta rampasan sebagai nafkah
Contoh yang membuktikan harta rampasan sebagai nafkah :
Pertama adalah berapa banyak orang yang dapat diberi makan dari harta rampasan tersebut bisa dihitung. Cukup alami, bahwa tidak mudah mengetahui biaya hidup dalam waktu yang sama. Tetapi ada sedikit petunjuk. Untuk membiayai diri sendiri, istri dan tiga anak abu bakar sebagai kalifah membutuhkan gaji sebesar 3000 dirham per tahun, dengan pertimbangan jumlah ini mencukupi untuk membiayai hidup. Riwayat lain menyatakan bahwa diperlukan 1440 dirham tiap tahun untuk kebutuhan makan saja bagi satu keluarga kecil. Berdasarkan pertimbangan diatas maka diperlukan 3000 dirham per keluarga. Jumlah total harta rampasan hanya cukup untuk menghidupi 207 keluarga selama periode 10 tahun. Dengan jelas penduduk muslim dari madinah saja belum termasuk penduduk dari semenajung arab jumlahnya lebih besar dari yang disebutkan di atas.
Meskipun tidak ada data kependudukan madinah selama masa hidup nabi, ada beberapa sumber yang cukup akurat penjelasannya. Barakat Ahmad menyatakan bahwa populasi yahudi di kota pada saat hijrah berkisar antara 30000 sampai dengan 42ooo yang terdiri atas 5000 sampai 6000 keluarga. Karenanya jumlah populasi dikota termasuk kaum ansor dan muhajirin dari qurais dengan rumpun arab lain tidak mungkin lebih kecil dari pada kaum yahudi. Setahap demi setahap, tetapi terus menerusakan datang para migran. Ibnu Ishaq dan Waqidi memisahkannya dari golongan tentara pemrintahan nabi saat penaklukan kota mekah yang ditemukan bahwa terdapat minimal 5000 tentara ansar dan qurays dari madinah, untuk menyediakan tentara lain dalam jumlah tersebut umumnya di rekrut dari penduduk sipil dan penduduk yang tidak ikut berperang minimal 50.000 untuk madinah.
2.      Pengeluaran selama ekspedisi
Salah satu faktor ekonomiyang secara umum mengikat adalah masalah yang berkaitan dengan pengeluaran untuk ekspedisi militer. Tidak diketahui jumlah uang yang dihabiskan untuk ekspedisi, melengkapi ekspedisi dengan senjata, transportasi, baju, makanan, roti, dan barang-barang lain. Meskipun tidak terdapat informasi yang jelas mengenai pembiayaan militer ini, tetapi secara garis besar dapat diketahui dari bukti dan fakta pembiayaan ekspedisi tersebut. Dana yang telah ndihabiskan sebanyak 50000 dinar(= 6.000.000 dirham) untu7k membiayai ekspedisi besar Uhud.
Untuk ekspedisi di qandhak setiap orang memberikan minimal sebuah uqiyah dari perak (40 dirham) dan sejumlah besar al-amwalal-izam yang cukup untk membiayai 10000 tentara. Pada saat pemberangkatan ke pertempuran hunayn, nabi mengatakan bahwa beliau harus meminjam 130000 dirham (10.833,33 dinar) dan sejumlah besar senjata dari 3 orang mekkah yang aya untuk mempersenjatai kaum muslim yang miskin untuk ekspedisi selanjutnya yang berjumlah 2000 atau mungkin lebih sedikit. Dapat dibayangkan untuk penaklukan kota mekkah dan hunayain, harus dikeluarkan biaya untuk pasukan utama sebesar 1 juta dinar. Mengenai ekspedisi Tabuk dikatakan bahwa Usman Bin Affan sendiri telah menyumbang 70 ribu dirham atau lebih untuk mempersenjatai sepertiga ekspedisi yang anggotanya paling miskin.
Dengan demikian total penegluaran sebesar seperempat juta dirham. Berdasarkan rata-rata perhitungan pengeluaran untuk 20000 pasukan unta dan 1000 kuda berkisar sepertiga juta dirham, meliputi senjata, pakaian, makanan, dll. Total jumlah tentara muslim selama 10 tahun pertempuran dan ekspedisi berjumlah 100000. Jika besranya pengeluaran untuk ekspedisi Uhud dijadikan sebagai standar, total pengeluarn muslim yang terjadi masa nabi akan berjumlah lebih dari 15 juta dinar atau 180 juta dirham. Tetapi mekkah yang masyarakatnya kaya, tingkat pengeluarannya tidak akan sama. Meskipun mengurangi total penegluaran sepertiga, pengeluaran tidak akan kurang dari 60,33 juta dirham. Jumlah ini brekisar 10 kali lebih besra dari total nilai harta rampasan perang ynag didapat muslim selama periode nabi.
3.      Kerugian akibat ekspedisi
Selain untyk biaya militer, juga dikelurkan biaya lainnya seperti biaya untuk menangani para tahanan dan tawanan perang yang tentunya akan mengurangi margin keuntungan. Faktor lain yang bnayak sekali mengurangi margin keuntungan di rangkaian kegiatan militer adalah biaya sosial yang dibutuhkan perang ynag harus ditanggung masyrakat islam ynag tinggal berdekatan dengan medan perang.
4.      Keuntungan ekonomi islam
Ada 4 aktivitas ekonomi yang paling utam yanitu perdagangan, perniagaan, dan pertanian, kerajinan dan manufaktur, dan pekerja kasar. Sebagian mereka berpikir untuk menjadi orang modern dan terpelajar. Pada saat hijrah mereka membawa harta kekayaan mereka ke madinah baik uang maupun baarang. Demikian pula halnya dengan kaum Anshar, mereka mendapat mata pencaharian baru dan beberapa diantara mereka cukup kaya.
5.      Nilai riil harta rampasan perang
Dengan dikatakan harta rampasan telah membantu kaum muslim semenjak mereka tentara secara individu atau keluarga dipertimbangkan dalam posisi keuangan negara, terutama pada 1.5 periode awal. Misalnya kaum muslim madinah hidup dipulau terpencil dan dikelilingi oleh rumpun yang bermusuhan. sejumlah bhaya merintangi secra alami kemajuan dan perkembangan mata pencaharian mereka dibidang perdagangan, pertanian, maupun industri. Karena itu disibukkan oleh konfilk permusuhan yang membuat kehidupan penuh dengan keprihatinan dan rasa takut.
Harta rampasan jelas didapat dari suku Yahudi di madinah dan nantinya dari Khaybar dan desa-desa satelitnya yang telah memberikan kontribusi yang besar untuk memperluas perekonomian umat muslim dimadinah. Disini sangat terlihat menarik adanya tendensi diantara kaum muslimin yang ikut berpartisipasi.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Dinar dan dirham merupakan mata uang yang nilainya tetap, dari dulu sampai sekarang sama nilainya, awla pemerintahan islam dinar dan dirham merupakan uang yang diperoleh dari impor, dimana uang dinar diimpor dari roma, sedangkan dirham diimpor dari persia. Adapun kebijakan yang diberiakn pada pemerintah awal keislaman yaitu tidak diperbolehkan menimbun uang baik berupa dinar maupun dirham, serta tidak menetapkan adanya bunga dalam pergerakan uang.
Kesimpulan yang bisa diambil dari uraian diatas adalah bahwa tidak ada satu instrumen kebijakan moneter yang digunakan saat ini diberlakukan pada periode keislaman. Karena minimnya sisitem perbankan dan karena penggunaan uang sebagi alat tukar, tiadak ada alasan utntuk melakukan perubahan supllay uang melalui kebijakan diskresioner.Lagi pula kredit tidak memiliki peran dalam menciptkan uang, faktornya anatara lain pertama, kredit hanya digunakan diantara sebagian pedagang. Kedua, peratuaran pemerintah tentang promissory notes (surat pinjaman atau kesanggupan) dan negotiable instruments (alat-alat negosiasi) dibuat sedemikan rupa hingga tidak memungkinkan sistem kredit menciptakan uang.









DAFTAR PUSTAKA
AzwarKarim. 2002, sejarahpemikiranekonomiislam, Jakarta: Tim III Indonesia
http://www.slideshare.net/idrisrahmatan/makalah-uang-kebijakan-moneter-dalam-ekonomi-islam













[1] Adiwarman Karim, sejarah pemikiran ekonomi islam, (Jakarta: IIIT, 2002), hal.124-140
Previous
Next Post »

Entri yang Diunggulkan

KONFLIK URUT SEWU